Suatu saat hati kecil saya pernah bertanya-tanya, adakah yang mengenal Abdirahman Arale, dan Amina Husein? Saya sekadar tahu mereka saat sedang browsing di internet. Mereka adalah bocah 2 tahun asal Somalia yang menderita malnutrisi karena kelaparan dan entah bagaimana nasib mereka sekarang. Dan mereka hanyalah 2 dari ratusan ribu manusia yang menderita kelaparan di negeri itu. Seperti yang telah diketahui bahwa kelaparan telah melanda negeri itu selama beberapa tahun terakhir. Data dari PBB pada bulan Agustus 2011 menyebutkan bahwa lebih dari 13 anak per 10 ribu anak di bawah lima tahun meninggal setiap harinya di Somalia.
Abdirahman Arale
Amina Husein
Jujur saya merasa heran, kok bisa di era yang sudah sangat modern ini masih ada negara yang penduduknya banyak yang mati karena kelaparan? Apa keadaan negara itu tidak terdeteksi oleh negara-negara lain di belahan dunia lain? Saya rasa hal itu tidak mungkin mengingat kecanggihan teknologi di zaman modern seperti sekarang ini.
Saya yakin, banyak negara yang sudah memberikan bantuan kepada Somalia agar mereka terbebas dari kelaparan, termasuk Indonesia. Sebagai contoh menurut informasi yang ada Arab Sudi dan Turki, pemerintah mereka telah melakukan penggalangan dana secara intensif pada seluruh elemen masyarakatnya agar dapat membantu Somalia.
Begitu juga Indonesia, contoh kecil di kampus saya juga pernah ada penggalangan dana untuk membantu penduduk Somalia. Belum lagi sumber-sumber bantuan lain dari penduduk Indonesia yang saya yakin jumlahnya pasti tidaklah sedikit jika dikumpulkan.
Tapi mengapa sampai saat ini belum juga ada kabar yang memberitakan bahwa negeri itu sudah terbebas dari kelaparan? Saya semakin penasaran, apakah ada yang salah sampai-sampai mereka masih menderita kelaparan sampai saat ini padahal sudah banyak sekali bantuan yang diberikan? Ataukah mungkin hanya negara-negara tersebut di atas saja yang memberikan bantuan? Jika memang iya, lalu di mana negara-negara lain yang statusnya lebih “mampu” untuk menolong? Saya jadi sedikit ber-negative thinking. Apa mungkin bantuan-bantuan itu tidak sampai ke tangan yang memerlukan? Ah, semoga saja prasangka saya salah.
Saya tidak tahu sampai kapan rasa penasaran ini akan muncul di pikiran saya.
Mungkin ada yang bertanya-tanya pada saya, “lalu apa yang bisa kamu lakukan untuk membantu mereka selain berkeluh kesah seperti ini?”.
Jangankan mereka yang bertanya, jujur saya sendiri juga bingung apa yang bisa saya lakukan untuk membantu mereka? Apa saya harus pergi ke sana langsung untuk memberikan bantuan? Saya rasa hal itu bisa dibilang mustahil. Pertama, saya bukan jutawan apalagi milyuner yang bisa dengan mudah pergi ke negeri orang lain tanpa harus bingung memikirkan biaya. Kedua, bantuan yang saya berikan mungkin tidak seimbang dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pergi ke sana. Yang bisa saya lakukan mungkin hanya menyisihkan jatah bulanan dari orang tua saya karena notabene saya hanyalah mahasiswa dari perguruan tinggi “gratisan” (kedinasan).
Dan karena saya adalah manusia yang mengakui keberadaan Tuhan, saya berdoa semoga apa yang “mereka” alami dapat segera berakhir. Ya, saya berdoa mereka dapat segera terbebas dari derita kelaparan itu.
Saya sadar tulisan saya ini mungkin tidak akan memberikan solusi apapun untuk membantu mereka.
Tapi paling tidak, kita dapat berpikir dan merenung sejenak. Apa pantas kita bangga dengan status, terutama status sosial kita yang sudah tinggi menjulang sementara jauh di sana ratusan ribu nyawa sangat membutuhkan bantuan kita?
Apa pantas kita menyombongkan harta kita, sementara jauh di sana ratusan ribu orang dengan susah payah harus bertahan hidup di tengah kelaparan?
Mari kita buka sedikit saja pikiran kita. Yakinkanlah bahwa kehidupan yang damai itu benar-benar ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar